Break .. Sorry …

“Mwoya ?!?”, Donghae hampir saja menyemburkan minuman soda rasa lemon yang barusan diteguknya begitu mendengar ucapan serius yang keluar dari mulut Riyoung dan kini tengah duduk berhadapan dengannya.

Gadis itu hanya terdiam sambil tertunduk sengaja –sibuk menatapi buku-buku jari tangannya yang terasa sangat dingin karena terlalu gugup-

“Aku tidak mau. Apapun alasan yang kau buat, aku tetap tidak akan menyetujuinya”, ungkap Donghae setelah bersusah payah menelan soda yang rasanya sudah tidak karuan ke dalam tenggorokan yang mungkin tercekat karena ucapan kekasihnya barusan.

“Kalau dipaksakan .. akan berdampak buruk …”, Riyoung mulai membuka suara lagi dan memberanikan diri untuk mengarahkan tatapannya pada Donghae yang sepertinya terlihat kesal.

“Aku tidak habis pikir dengan idemu. Kau mudah merasa bosan karena perasaanmu terhadap hubungan ini sama, tidak pernah berubah. Kau selalu bersikap cuek padaku, sering menyimpan rasa cemburu tanpa pernah mengutarakannya, dan selalu menganggap seolah aku tidak ada …”

“Maka dari itu, kurasa .. hanya inilah satu-satunya cara yang bisa kita lakukan”

Riyoung kembali menarik tatapannya dari Donghae yang memasang ekspresi kecewa, “Aku pikir, kita memang butuh waktu untuk mengoreksi diri masing-masing ..”

“Ini tahun kedua dalam hubungan kita, Young .. mau sampai kapan kau selalu mengambil keputusan tanpa memikirkan perasaanku?  Bukankah kau pernah mengatakan kalau tidak akan meninggalkanku lagi? Apa saat mengatakan hal itu, kau serius dengan dirimu sendiri?”

Break bukan berarti aku meninggalkanmu. Kita hanya menghentikan hubungan ini untuk sementara waktu ..”

“Dan batas waktunya kau yang menentukan. Dan juga, aku tahu .. kau akan mengambil batas waktu selama berbulan-bulan, setelah itu kau melupakanku begitu saja. Aku hafal dengan jalan pikiranmu, Young”

Riyoung tidak mau menyahut lagi, karena pikirnya apa yang dikatakan Donghae barusan kurang lebih nyaris terjadi dalam dirinya. Ide untuk break kali ini tercetus lagi di dalam pikirannya. Alasannya mungkin terdengar sepele, hanya karena dia dan Donghae akhir-akhir ini sangat amat sibuk sehingga mereka jarang sekali untuk bertemu ataupun berkomunikasi, dan akibatnya … tanpa dipungkiri lagi, Riyoung merasa bosan sekaligus berpikir bahwa hubungannya dengan Donghae harus ada yang diperbaiki. Sehingga cara inilah yang satu-satunya dipilih agar dirinya tidak lagi mengucap kata ‘putus’ secara sembarangan.

“Pikirkan baik-baik lagi. Aku tidak ingin kejadian yang lalu-lalu terulang. Sudah cukup rasa sakit itu menyiksa kita berdua berulang kali. Tidakkah kau bisa berpikir lebih dewasa, Young? Sebagai orang yang sangat mencintaimu, aku mohon … jangan lakukan hal ini lagi …”

Segala permintaan Donghae tidak cukup menggoyahkan pendirian Riyoung. Dalam hatinya, dia tetap ingin hubungan ini break. Karena hanya itulah cara agar kadar cintanya pada Donghae kembali utuh seratus persen.

“Aku minta maaf, Hae. Tapi kuharap kau bisa mengerti posisiku. Aku tidak bisa menjalani hubungan kita dengan rasa yang seperti ini, kita harus melakukan sesuatu dan rasanya hanya hal ini yang bisa mengembalikan semuanya seperti semula. Sekarang, bisakah kau menyetujuinya? Selama break, aku berjanji akan memperbaiki semuanya”

“Bagaimana mungkin bisa aku menyetujui hal gila ini? Membiarkanmu pergi meninggalkanku meski hanya sementara waktu, kurasa aku tidak bisa ..”

“Hae …”

“Jangan meminta padaku. Kali ini dengarkan dan mengertilah perasanku. Kau tidak kuijinkan mengambil keputusan seenaknya dan membuatku menderita. Tidak ada kata break, putus atau apapun itu. Kita akan tetap menjalani hubungan ini seperti biasa, dan mungkin dengan sedikit inovasi”

“Donghae-ah …”

“Maaf, sedikitpun aku tidak akan pernah mendengarkan pendapatmu tentang hal ini. Aku harus latihan, jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa untuk minum obat, dan nanti aku akan menghubungimu. Saranghae ..”

Donghae beranjak dari tempat duduknya dan mengusap lembut kepala Riyoung. “Kalau kau bersikeras untuk tidak mendengarkanku, jangan salahkan jika aku berbuat sesuatu pada hubungan ini ..”, ungkap gadis itu ketika Donghae hendak berjalan keluar ruangan private yang berada di dalam restoran milik soloist dari YG entertainment, Se7en.

Langkah pria itu terhenti sejenak dan membalikkan badannya, “Lakukan semuanya, jika bisa membuat hatimu senang dan tidak lagi merasa jenuh dengan hubungan ini. Aku akan tetap berada di tempatku untuk mendukung dan mencintaimu ..”. Sesaat kemudian, pria yang dijuluki king of tears itu kembali melanjutkan langkahnya keluar dari restoran.

****

 

Maaf, baru update skarang lagi dan mungkin bikin kalian kecewauw (?) berat. Soalnya akhir2 ini gatau knapa aku ngerasa jenuh+ilang feeling sama Hae. Aku sendiri ga ngerti kenapa. Malah sempet kepikiran buat tutup blog ini dan hiatus untuk sementara waktu, tapi untuk itu aku masih pikir2. Cuma mau ngucapin makasi buat semua temen2 yang selama ini udah support dan komen di stiap ff2 aku, maaf kalo banyak salah, dan maaf juga buat utang2 ff disini. Untuk kelanjutan ff yang belum kelar, mungkin kalo moodku dalam waktu deket udah balik, bisa aku kerjain.Doain aja yah, dan maaf kalo aku semmpet bikin kalian pengen nimpukin batu ._.

 

A Contract -part 4-

 

“Semalam kau pulang pukul berapa?”, tanya Aiden ketika melihatku yang sudah kembali rapi dan hendak keluar lagi bersama Kikwang oppa

“Bukankah sudah kukatakan, kalau ini bukan urusanmu?”, cetusku dan langsung membuatnya terdiam.

“Semalam, semenit setelah kau pergi, Eommonim menghubungiku”

Kegiatanku yang sedang menyapukan eyeliner dikelopak mataku langsung terhenti begitu mendengar kata-katanya barusan. Eomma? Untuk apa dia menghubungi Aiden? Kenapa tidak langsung saja ke menghubungi ke ponselku?

“Kau mengadu apa saja pada Eommaku?”

“Mengadu? Kurasa aku bukan tipikal pria berotak dangkal yang hobinya mengadu”

“Ya, ya, ya … whatever you say~ Eomma bicara apa saja padamu?”

“Beliau hanya menanyakanmu, dan tadinya ingin bicara padamu, tapi kukatakan kalau kau sudah tertidur sejak tiba di Paris”

“Lalu? Hanya itu?”

Yes ..

Aku melirik kearahnya yang kini sedang menggonta-ganti channel televisi dengan ekspresi kesal. “Kau mau hanya menghabiskan waktumu selama tujuh hari di Paris dengan berdiam diri di kamar hotel dan menonton acara tv?”, tanyaku iseng. Yah, siapa tahu dia tertarik untuk mencuci mata di kota ini lalu jatuh cinta dengan satu dari sekian banyak gadis-gadis bule yang seksi di luar sana, dan dengan begitu kan aku tidak selingkuh sendirian~

“Memangnya kau mau pergi jalan-jalan denganku?”, tanyanya sambil tersenyum. Cih, percaya diri sekali dia ?!

“Pergi denganmu? Yang benar saja, di sini kan kita tidak benar-benar berbulan madu. Maksudku, aku sibuk dengan kegiatanku sendiri di luar, dan kau .. harusnya juga sibuk dengan kegiatanmu sendiri. Jalan-jalan mencari gadis yang cocok misalnya, dan kalau kontrak pernikahan denganku sudah habis, kau bisa menikahinya secara resmi. Good idea, hm?”

Raut wajahnya berubah seketika dan kembali menekan-nekan tombol channel yang ada pada remote tv. Hm .. sepertinya dia masih sangat setia pada Saera, sekertarisnya yang super seksi itu.

.

.

.

“Gie, apa tidak keterlaluan jika kau selalu meninggalkannya seperti ini hanya demi bersamaku? Kalian kan kesini atas rencana yang sudah disusun rapi oleh orangtuanya Aiden”, ucap Kikwang oppa ketika kami berdua sengaja bertemu di sebuah restoran pancake.

“Lalu, memangnya kenapa? Lagipula aku sudah menyarankannya untuk pergi keluar dan mencari gadis-gadis cantik, tapi dia malah menolak. Salah siapa?”

“Virginia Choi .. ckckck! Jeongmal, bahkan sifatmu untuk mencari siapa yang salah itu tidak pernah hilang”

Aku hanya tersenyum simpul mendengar tanggapan Kikwang oppa. See? Bahkan kebiasaan-kebiasaanku dia tidak pernah lupa.

“Setelah ini kau mau ikut denganku?”, tanyanya.

“Kemana?”

“Ke universitas Pantheon-Sorbonne, aku mau menyerahkan sisa berkasku kesana”

Aku mengangguk setuju dan segera menyuapkan potongan pancake ke dalam mulutku.

**00**

            Hari ini adalah hari keempat aku dan Aiden berada di Paris. Dan selama empat hari ini kami sama sekali tidak pernah keluar berdua meski hanya sekedar untuk jalan-jalan. Mungkin aku sendiri yang sering keluar hotel di pagi hari dan kembali jika sudah malam, tapi itu juga bukan dengan Aiden, melainkan dengan Kikwang oppa.

“Kukira kau sudah pergi”, ucap Aiden setengah terkejut ketika baru keluar dari kamar mandi hanya dengan bermodalkan selembar handuk yang melilit di pinggulnya dan melihat kearahku yang kebetulan sedang merebahkan diri di tempat tidur sambil menonton televisi.

“Kau selalu mengharapku untuk pergi? Sekarang aku jadi tahu, kalau kau sebenarnya muak melihat wajahku”, sahutku tanpa menatap kearahnya.

“Bukan begitu, kan biasanya setiap pagi kau selalu pergi keluar ..”

“Kau tidak berhak mengaturku. Lagipula, aku sedang tidak enak badan”

“Kau sakit?”

“Tidak. Aku baik-baik saja”

Setelah itu tidak terdengar suara apa-apa lagi dari Aiden, sedangkan aku kembali memfokuskan kedua mata dan pikiranku untuk menonton acara tv. Tapi tiba-tiba, Aiden yang masih menggunakan handuk yang menutupi setengah dari tubuhnya lewat begitu saja di depanku dan langsung menuju lemari. Bahkan sialnya, mataku dengan lancang malah beralih menatapnya .. ah, bukan .. maksudku menatap bagian atas tubuhnya yang terekspos dengan jelas.

Shit! Why this man could look so sexy ?!

Kedua mata lancangku seakan tidak ingin berhenti memandangi tubuh berototnya meski hanya dari belakang. Beruntunglah dia sedang sibuk mencari pakaian di dalam lemari, sehingga aku tidak perlu merasa sangat malu saat sedang mengagumi bentuk tubuhnnya secara diam-diam begini.

Tapi kemudian, semuanya terasa akan runtuh ketika Aiden membalikkan badan dan menangkap basah mataku yang sejak tadi seolah ‘menelanjangi’ tubuh seksinya. Aku pun buru-buru menarik tatapanku lagi ke layar tv dan yah .. kau tahu rasanya tertangkap basah saat sedang mencuri barang milik orang lain? Ya, mungkin seperti itulah yang kurasakan saat ini.

“Oia, kau sudah minum obat?”, tanyanya sembari menghadapkan tubuh seksinya yang kini sudah terpasang sebuah t-shirt v-neck kearahku. Aku menggeleng pelan sambil berusaha tetap memfokuskan pikiran dan pandanganku ke tv. Oh, come on … Kikwang oppa could even sexier than him! What’s wrong with your brain, Gieeee ???

“Mau ke dokter? Aku bisa mengantarmu”

No

“Kenapa? Bukankah barusan kau mengatakan kalau kau sedang tidak enak badan?”

I hate doctors ..”

Setelah mendengar jawabanku, Aiden tidak berani menyahut lagi. Tapi langsung duduk di sofa dan mengutak-atik iPadnya. Ah .. kalau saja Kikwang oppa sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk masuk ke universitas, pasti aku sudah pergi jalan-jalan dengannya.

“Virgie ..”, lagi, Donghae ternyata masih berani untuk memanggilku.

“Hm?”, sahutku bahkan tanpa meliriknya sedikitpun.

“Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan untukmu? Katakan saja .. dengan senang hati aku akan melakukannya”

.

.

.

“Dia mengatakan hal itu padamu?”, tanya Kikwang oppa sambil terkekeh.

Aku mengangguk dan menyesap segelas wine di gelasku. As you know, malam ini aku dan Kikwang oppa sengaja bertemu di sebuah club yang terkenal di Paris. Banyak kalangan kelas atas yang mampir dan melepaskan segala kepenatannya di sini, dan aku cukup menikmati suasananya. Terutama musik yang terus berdentum kencang seolah mengajak siapapun yang mendengarnya untuk bergoyang.

“Sepertinya Aiden mulai menyukaimu”, ucap Kikwang oppa lagi sambil menuangkan wine ke dalam gelasku. Ini sudah gelas kelimaku dan sedikitpun aku tidak merasa pusing atau mabuk.

Really? Ah, I don’t care~ Terserah dia mau menyukaiku atau tidak, karena yang jelas … I’m yours, baby!”, ucapku sembari merengkuh wajahnya mendekat lalu mengecup bibirnya yang manis. “Wanna dance with me?”, bisik Kikwang oppa sesaat setelah melepaskan ciuman kami. Aku mengangguk dan membiarkan tangannya menarikku ke dance floor.

Kami menari mengikuti irama, hingga akhirnya aku merasa kepalaku sedikit pusing dan berputar. Mungkin efek wine tadi. Dengan sangat terpaksa, aku kembali duduk dan menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa.

“Wae?”, tanyanya Kikwang oppa yang ternyata mengikutiku.

“Hanya sedikit pusing”

Kulihat dia tersenyum tipis dan mengusap pipiku, “Baru kali ini aku melihat wajahmu sampai memerah hanya karena lima gelas wine. Ya sudah, kau tunggu di sini sebentar. Aku mau ke toilet, lalu setelah itu kuantar kau pulang”. Aku mengangguk sambil memejamkan mata. Perlahan kutegakkan kembali tubuhku dan membuka mata. Kulirik keadaan sekitar yang semakin malam semakin ramai saja. Ya .. siapa tahu aku bisa bertemu Robert Pattinson yang sedang tersesat di Paris dan ingin melampiaskan segala kegalauannya pasca putus dari Kristen Stewart di sini. Who knows ?? Lagipula, bukankah sampai sekarang tidak ada yang tahu dimana keberadaan pria tampan itu. Hahaha~

Dan ketika kutengokkan kepalaku ke kiri, kulihat ada seorang pria yang sedang duduk sambil ditemani oleh dua orang gadis berpakaian seksi, bahkan dengan jelas aku bisa melihat kedua belahan payudaranya yang kuyakini tidak asli itu terlihat selah ingin meloncat keluar selagi si gadis berambut pirang sedang menyodorkan minuman ke pria tadi. Si pria sepertinya menolak, tapi karena pemaksaan yang dilakukan dua gadis seksi overload itu, mau tidak mau dia meneguk gelas demi gelas yang berisi minuman memabukkan. Aku mendegus sambil tersenyum melihatnya, tapi sedetik kemudian …

Hey! I know him!

Dengan emosi yang mulai naik, aku langsung menghampiri mereka dan berusaha menyingkirkan kedua gadis penggoda itu.

What are you doing in here ?? Are you stupid, Aiden ?!”, tanyaku tanpa bisa mengontrol amarah dan volume suara yang kuyakini bisa mengundang perhatian orang banyak. But, who cares? Suara musik yang berasal dari DJ juga tidak kalah kencang.

Go away from him !!”, usirku sambil mendorong kedua gadis berdada montok tadi sampai akhirnya mereka berdua pergi meski dalam keadaan mengumpat kearahku.

“Aiden Lee! Wake up! Open your eyes !! Ya! Babo!”, kini giliran Aiden yang kupukuli sekuat tenaga demi berusaha menyadarkan yang sepertinya dalam keadaan mabuk berat.

“Aiden Lee! Kubunuh kau kalau tidak mau bangun dalam hitungan ketiga. One … two … three!”

Aiden tetap tidak bergeming ataupun beranjak dari posisinya. Bahkan dia sekarang malah menertawaiku dengan kedua matanya yang setengah terkatup.

“Aiden!”, aku terus berusaha untuk menarik tanganku, tapi dia kasar dia malah menepis. “Aku suka di sini .. jangan pedulikan aku …”, racaunya.

“Gie .. waeyo?”, tanya Kikwang oppa yang baru saja kembali dari toilet. Dia melihat Aiden yang sekarang sedang tiduran di atas sofa dan hendak meneguk bir dari dalam botol.

“Aiden? Ya! Jangan diteruskan. Virgie, biarkan aku yang mengantarkan kalian”, ucap Kikwang oppa sambil memapah Aiden keluar dari club dan masuk ke dalam mobilnya.

Sepanjang perjalanan menuju hotel, tidak henti-hentinya pria mabuk itu meracau. Tentang banyak hal. Mulai tentang Mr. Lee yang jatuh sakit, perjodohan ini, pernikahan kontrak denganku, dan sikapku yang kelewat kasar terhadapnya.

Ya .. dia mengungkapkan itu semua bahkan hanya bisa dilakukannya pada saat mabuk seperti ini.

“Awalnya aku tidak suka dengan perjodohan ini .. tapi … setelah tahu bahwa Abeoji akan menjodohkanmu denganku, aku malah sangat setuju …”, racaunya tanpa henti.

Aku menoleh kesal ke bangku belakang, “Shut up!”. Cih, aku kan tidak enak pada Kikwang oppa.

“Gie .. biarkan saja”, ucap Kikwang oppa menengahi.

Akhirnya, kami pun sampai juga di hotel tempatku dan Donghae menginap. Kikwang oppa langsung kembali memapahnya masuk kedalam.

“Gieeee~ Virginia … saranghae~”, meski dalam keadaan mata tertutup, dia tidak berhenti mengatakan hal-hal bodoh, bahkan di depan Kikwang oppa sekalipun.

“Kalian satu kamar?”, tanya Kikwang oppa sambil meletakkan Donghae di atas kasur.

Mau tidak mau aku mengangguk, karena memang benar begitu kenyataannya. Kulihat dia mengangguk pelan, “Kau yakin bisa mengatasi Aiden sendirian?”.

“Ne, aku bisa”, jawabku pelan.

“Kalau begitu, aku pamit pulang”

Aku pun mengantar Kikwang oppa sampai ke depan pintu dengan kepala tertunduk. Aku benar-benar merasa malu.

“Gomawo, oppa . maaf karena sudah merepotkan”

“Jangan bicara begitu. Aku senang direpotkan olehmu. Nanti berikan air hangat agar Aiden bisa meminumnya”

Dia mengacak lembut rambutku yang dikuncir. “Oia … tadi aku menemukan ini dari terjatuh dari genggaman tangan Aiden”, pria dihadapanku ini menyodorkan sebuah kalung berlian yang cantik dengan liontin berbentuk hati.

“Mungkin kau bisa mengembalikannya pada Aiden nanti”, ucapnya sambil tersenyum tipis.

Aku menerima kalung itu dengan tatapan nanar. Kalung?

Setelah tersadar dengan racauan keras yang berasal dari mulut Aiden, aku langsung kembali masuk ke dalam dan melihat keadaan pria yang menikah secara kontrak denganku ini.

“Gie .. kenapa kau begitu jahat padaku? Aku berharap kita bisa menikah resmi seperti yang dilakukan oleh Abeoji dan Eommoni .. tapi kenapa, Gie …? Apakah kau terlalu membenci dan tidak memiliki keinginan untuk menyukaiku meski hanya sedikit ??”

Aku hanya memandanginya sambil menyingkap kedua tanganku di depan dada. Sebodoh itukah kau, Aiden? Itulah sebabnya aku tidak pernah menyukaimu. Harusnya kau mencari gadis lain yang mencintaimu, dan kupastikan gadis itu bukanlah aku.

Sejenak kemudian, dia menangis. Entah menangisi apa, tapi yang jelas sikapnya ini berhasil membuat hatiku tersentuh. Sejahat itukah aku? Mungkin Kikwang oppa benar, tidak seharusnya aku menjadikan Aiden korban di sini. Eomma melahirkanku bukan sebagai gadis berhati baja, apalagi sebagai seorang pembully.

Kuputuskan untuk keluar kamar dan meminta wadah berisi air hangat beserta handuk untuk Aiden. Mungkin dengan cara ini akan berhasil mengembalikan kesadarannya.

Setelah kembali, aku langsung mendekatinya dan mengusapkan handuk kecil yang sudah dibasuh di air hangat tadi ke wajahnya. Kali ini dia memejamkan mata dan tidak meracau seperti tadi sehingga memudahkan pekerjaanku.

Kuakui, Aiden bukanlah pria yang jelek. Dia tampan, bahkan sangat tampan. Dan aku yakin, sebelum dinyatakan menikah denganku, banyak gadis-gadis cantik diluar sana yang mengejarnya. Dan mungkin, jika saja aku bertemu dengannya lebih awal jauh sebelum aku bertemu dengan Kikwang oppa, aku pasti akan jatuh cinta dengannya.

Tanganku yang sedang mengusapkan handuk hangat ke wajahnya, berhenti sejenak. Dan tiba-tiba salah satu tangan Aiden menggenggam tanganku. “Kkajima .. aku mencintaimu, Gie ..”, bisiknya dengan mata yang perlahan terbuka, lalu menatapku sayu.

Aku tidak menjawab apapun, tapi entah setan apa yang berhasil merasukiku hingga akhirnya dengan berani mendekati wajah Aiden lalu mengecupnya. Intens dan lembut ..

Kurasakan tangannya menahan tengkukku dan membalas ciumanku. Panas. Tanpa sadar, aku sudah berada di atasnya. Dan, semuanya terjadi begitu saja …

to be continued …